SEJARAH
Mataram adalah sebuah kerajaan terbesar
pada masa Jawa Kuno yang muncul pertama kali di panggung sejarah pada tahun 732
Masehi, di mana pada masa itu kerajaan Mataram di perintah oleh Sanjaya,
bangsawan Hindu yang berkuasa di daerah subur antara sungai Opak & Progo.
Pada tahun 750 Masehi, Dinasti Syailendra yang beragama Buddha mengusir Sanjaya
bersama-sama dengan keluarganya yang mengasingkan diri di daerah dataran tinggi
di luar batas kerajaan Mataram.
Seabad kemudian, Rakai Pikatan keturunan
Raja Sanjaya menikah dengan seorang clan keluarga Syailendra dan memegang
tampuk kekuasaan. Dalam masa kekuasaannya pengaruh Hindu seperti terlahir
kembali dan pada masa itu banyak didirikan bangunan-bangunan candi khususnya
pembangunan kompleks Candi Prambanan.
Rakai Pikatan mulai membangun candi
tersebut pada tahun 856 Masehi dengan tujuan memperingati kembalinya tampuk
kekuasaan Dinasti Sanjaya. Namun, kompleks candi tersebut terabaikan satu abad
kemudian ketika kerajaan Mataram beserta rakyatnya pindah ke Jawa Timur dan
candi itu sendiri runtuh semenjak adanya gempa bumi dahsyat yang terjadi pada abad
ke – 16. Restorasi candi dilakukan pada tahun 1930 dan tetap dilakukan hingga
saat ini.
Tiga candi pada halaman utama sangat
mendominasi kompleks tersebut. Tetapi candi yang paling mengesankan adalah
sebuah bangunan besar yang berada di tengah-tengah kompleks dan menjulang
setinggi 47 meter yaitu Candi Roro Jonggrang. Dikatakan oleh beberapa ahli
bahwa Candi Roro Jonggrang didedikasikan kepada Dewa Siwa sementara kedua candi
yang lebih kecil yang berada di sebelah utara dan selatan Roro Jonggrang didedikasikan
kepada Dewa Wisnu dan Dewa Brahma.
LEGENDA
BANDUNG BONDOWOSO
Legenda rakyat ini bercerita tentang
sebuah tragedi dari seorang pria yang sangat berkuasa bernama Bandung Bondowoso
yang ingin menikahi seorang putri cantik jelita bernama Roro Jonggrang – putri
seorang raja bernama Prabu Boko.
Tetapi sang Putri menolak cara halus
yaitu dengan mengajukan sebuah permintaan untuk membuat seribu patung dalam
waktu 1 malam. Sementara Bandung Bondowoso membuat patung yang terakhir dengan
dibantu oleh sekelompok jin. Roro Jonggrang mengumpulkan beberapa wanita untuk
memukul-mukul alat penumbuk padi, sebuah aktivitas yang menandakan bahwa pagi
segera tiba dan membuat api unggun yang besar di sisi timur, yang menyebabkan
arah timur berwarna merah yang berarti matahari telah terbit.
Hal ini membuat para jin yang membantu
Bandung Bondowoso tersebut percaya bahwa pagi telah tiba dan merekapun segera
menghilang. Roro Jonggrang segera datang dan membangunkan Bandung Bondowoso
dari meditasinya untuk memberitahukan bahwa ia telah gagal memenuhi
permintaannya. Setelah mengetahui kebohongan Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso
menjadi sangat marah dan mengutuknya menjadi sebuah patung Dewi Durga, dimana
pada akhirnya patung tersebut untuk melengkapi patung-patung lain agar genap
menjadi 1.000 patung sesuai permintaan Putri Roro Jonggrang.
RELIEF
RAMAYANA
Relief-relief yang ada di Candi Roro
Jonggrang menggambarkan cerita-cerita Hindu yang bernilai estetis.
Panel-panel yang melukiskan cerita epik
Ramayana terdapat pada langkah bawah Candi Siwa dan Brahma. Dimulai dari Candi
Siwa ke arah kiri dari tangga sisi timur, dilanjutkan berkeliling searah jarum
jam. Panel Ramayana menceritakan Pangeran Rama dari Kerajaan Ayodya merupakan
titisan Dewa Wisnu yang turun ke bumi. Gambar-gambar tersebut merupakan contoh
cerita yang terpahat pada batu dengan sangat indah.
Pada dasarnya sebuah drama dari tari
tradisional tanpa dialog panjang seperti halnya Sendratari Ramayana merupakan
sebuah pertunjukan teater yang spektakuler dengan kisah-kisah kepahlawanan,
tragedi percintaan dan penganiayaan yang semuanya dipentaskan demi memuaskan
penonton pada masa sekarang ini. Pementasan malam hari di panggung terbuka
dengan Candi Roro Jonggrang sebagai latar belakangnya sungguh merupakan sebuah pemandangan
yang menakjubkan.
CANDI
SEWU
800 meter ke arah utara Candi Roro
Jonggrang terdapat sebuah Candi Budha yang dibangun oleh seorang raja Hindu
yaitu Rakai Pikatan. Candi tersebut bernama Candi Sewu.
Rakai Pikatan menikah dengan seorang
putri yang beragama Buddha. Kompleks Candi Sewu berisi 240 candi kecil-kecil
yang dibangun mengelilingi sebuah candi utama. Candi utama tersebut mempunyai
bentuk poligon berdiameter 29 meter dan menjulang hingga ketinggian 30 meter.
Semua struktur bangunan candi terbuat dari batu andesit.
Konfigurasi simetrikal bangunan
merupakan simbol sebuah bentuk keharmonisan alam raya, sebuah tradisi yang
diikuti oleh Kraton baik di Surakarta dan Yogyakarta. Semua bangunan di dalam
kompleks candi berpagar batu, dan di pintu masuk di jaga oleh Dwarapala, patung
batu berukuran besar dan bersenjatakan alat pemukul, bentuk patung batu penjaga
berperut besar seperti ini juga terdapat di halaman bagian dalam Kraton
Yogyakarta.
LEGENDA